Di
sebuah hutan, terdapat seekor monyet yang kuat dan ahli dalam memanjat.
Suatu saat sang monyet memanjat pohon yang paling tinggi di hutan
tersebut. Monyet itu akan mempelihatkan kekuatanya kepada banyak monyet
yang sedang menatap dirinya.
Dengan cepat dan tangkas monyet itu memanjat pohon itu. Dari dahan ke dahan lainnya, monyet itu memanjat dan melompat dengan gerakan indah, hingga tidak membutuhkan waktu lama sang monyet untuk mencapai puncak pohon.
Dengan bangga sang monyet menepuk-nepuk dadanya, menunjukan bahwa dirinya adalah yang terhebat. Monyet-monyet lainnya pun berteriak-berteriak menunjukan bahwa mereka takjub dengan kemampunnya.
Pada saat itu juga, tiba-tiba cuaca yang tadinya cerah berubah menjadi galap dan mendung. Gemuruh langit terdengar, rintik-rintik hujan turun tak lama, langsung disusul lebatnya hujan badai. Para monyet belarian menuju sarang-sarang mereka untuk berteduh, kecuali satu monyet yang memanjat pohon, dia berpegang dengan erat batang pohon yang ia panjat. Menahan hujan badai yang terus saja menghantamnya, yang seolah-olah berusaha menjatuhkannya.
“Aku harus kuat, karna aku adalah monyet terkuat di hutan ini!” pikirnya sambil menahan kuatnya hembusan angin dan dinginnya hujan. Banyak pohon berjatuhan karena badai mematahkan batang-batangnya. Sang monyet beruntung karena berada di pohon yang tinggi dan kuat. Tak jarang sang monyet hampir jatuh karena pohon itu berayun-ayun dengan kuat, akan tetapi sang monyet sanggup bertahan.
Sejam telah berlalu, akhirnya badai reda. Cahaya matahari yang hangat mulai menyinari hutan kembali. Hewan-hewan pun sudah keluar dari sarangnya, termasuk para monyet yang keluar untuk melihat kondisi temannya yang sedang memanjat itu. Sungguh menajubkan, monyet itu masih bertahan di puncak pohon tertinggi tersebut. “Ha ha ha, memang aku monyet terkuat di hutan ini. Hujan badai saja ta sanggup menjatuhkanku. Ha ha ha…” Pekiknya dengan bangga sambil menepuk-nepuk dadanya.
Tak lama kemudian, angin sepoy-sepoy berhembus dengan hembusan lembut. Hembusan tersebut menyentuh seluruh badan sang monyet dengan halus dengan sinar matahari yang hangat. Sang monyet merasa nyaman dengan angin sepoy-sepoy hangat itu. Terasa bagaikan angin dari surga, setelah satu jam lamanya menahan hantaman hujan badai.
Tak terasa, mata sang monyet mulai menyipit sedikit demi sedikit. Genggaman kuatnya tak tersasa mulai mengendur. Ototnya yang menegang, perlahan-lahan mulai melemah. Dan bisa ditebak, sang monyet itu langsung tertidur.
Tak lama kemudian sang monyet itu bangun, dengan badan penuh luka. Dia baru sadar bahwa dia terjatuh ketika ia tertidur diatas pohon. Dan yang paling menyakitkan adalah ternyata dia telah dijatuhkan dengan mudah oleh angin-angin sepoy-sepoy itu.
(cerita ini terinspirasi dari ceramahnya ust. Rahmat Abdullah dalam fim “Sang Murrabi”)
~~~
Sahabatku, mungkin banyak dari diri kita ini merasa kuat dengan berbagai ujian dari Allah berupa kesempitan, kelaparan, kesusahan, seperti badai hujan yang selalu menimpa diri kita.
Akan tetapi banyak dari diri kita ini lemah dan tidak kuat terhadap ujian dari Allah berupa kesenangan, harta, jabatan, seperti hembusan angin sepoy-sepoy hangat yang melenakan, sehingga membuat kita tertidur. Dan tanpa sadar kita ternyata sudah terjatuh.
Sahabatku, semua keadaan di muka bumi ini pada hakekatnya adalah sebuah ujian. Apakah kita kuat dan sabar ketika diberi musibah? Dan apakah kita terlena dan kufur ketika kita diberi nikmat?
Semoga kita bisa menjani ujian dari Allah dengan sabar. Seperti kita menjalani bulan Ramadhan yang akan segera berakhir ini. Berarti masa training kita sudah berakhir. Ujian sebenarnya telah didepan mata kita...ya, 11 bulan mendatang.
Jazakumullah khoir telah membaca. Semoga Allah memberikan hidayah kepada kita semua.